SELAMAT DATANG DI BLOG LPSM. SEMOGA BERMANFAAT

Go Deeper Into Kategori Koperasi kami Pembelajaran

Cooperative Learning Basics Belajar Dasar-Dasar Koperasi

Strategi Pembelajaran Kooperatif Instruksi


Strategi Pembelajaran Kooperatif Instruksi

For a teacher who is trying to teach through cooperative learning from the teacher's resources or lesson plans, he or she might face problems of discipline or noisy lessons as after all it's just a class full of students. Bagi seorang guru yang mencoba mengajar melalui pembelajaran kooperatif dari sumber daya guru atau rencana pelajaran, ia mungkin menghadapi masalah pelajaran disiplin atau berisik karena setelah semua itu hanya sebuah kelas yang penuh dengan mahasiswa. Hence, there are some cooperative learning instruction strategies, which can be followed for effective teaching. Oleh karena itu, ada beberapa strategi instruksi pembelajaran kooperatif, yang dapat diikuti untuk pengajaran yang efektif.
The first strategy is to make that the task you are given is not only increasing the study skills of the student but is also interesting and open enough for the group of students. Strategi pertama adalah membuat bahwa tugas yang diberikan tidak hanya meningkatkan kemampuan belajar dari mahasiswa tetapi juga menarik dan cukup terbuka untuk kelompok mahasiswa. The main reason for such activity is that the students must utilize the skills the teacher has taught them. Alasan utama untuk kegiatan tersebut adalah bahwa siswa harus memanfaatkan keterampilan guru telah mengajar mereka. For example, if the group of students is told to analyze rap songs and find out the issues related to the songs, they will read the songs and then write up their ideas about it, the main two points noted here is that the students get familiar with listening to each other as well as sharing information, which is a necessary step in learning. Sebagai contoh, jika sekelompok siswa diperintahkan untuk menganalisis lagu-lagu rap dan mengetahui isu-isu yang terkait dengan lagu, mereka akan membaca lagu dan kemudian menulis ide-ide mereka tentang hal itu, dua poin utama dicatat di sini adalah bahwa siswa mendapatkan akrab dengan mendengarkan satu sama lain serta berbagi informasi, yang merupakan langkah penting dalam belajar.
The main challenge behind cooperative learning is that it needs to be planned in such a way that it fits perfectly and the students gain positively from it. Tantangan utama di balik pembelajaran kooperatif adalah bahwa hal itu perlu direncanakan sedemikian rupa sehingga cocok dan siswa memperoleh positif dari itu. For example, it can happen sometime that the students in a group are noisy and all the workload is shifted onto one student, in such a case you can either change the activity or reconsider your seating plan in order to neutralize the class dynamics. Sebagai contoh, hal ini bisa terjadi kapan bahwa siswa dalam kelompok yang ribut dan semua beban kerja digeser ke salah satu siswa, dalam hal ini, Anda bisa mengubah kegiatan atau mempertimbangkan kembali rencana tempat duduk Anda untuk menetralkan dinamika kelas.


Cooperative Learning Instruction Strategies Strategi Pembelajaran Kooperatif Instruksi

For a teacher who is trying to teach through cooperative learning from the teacher's resources or lesson plans, he or she might face problems of discipline or noisy lessons as after all it's just a class full of students. Bagi seorang guru yang mencoba mengajar melalui pembelajaran kooperatif dari sumber daya guru atau rencana pelajaran, ia mungkin menghadapi masalah pelajaran disiplin atau berisik karena setelah semua itu hanya sebuah kelas yang penuh dengan mahasiswa. Hence, there are some cooperative learning instruction strategies, which can be followed for effective teaching. Oleh karena itu, ada beberapa strategi instruksi pembelajaran kooperatif, yang dapat diikuti untuk pengajaran yang efektif.
The first strategy is to make that the task you are given is not only increasing the study skills of the student but is also interesting and open enough for the group of students. Strategi pertama adalah membuat bahwa tugas yang diberikan tidak hanya meningkatkan kemampuan belajar dari mahasiswa tetapi juga menarik dan cukup terbuka untuk kelompok mahasiswa. The main reason for such activity is that the students must utilize the skills the teacher has taught them. Alasan utama untuk kegiatan tersebut adalah bahwa siswa harus memanfaatkan keterampilan guru telah mengajar mereka. For example, if the group of students is told to analyze rap songs and find out the issues related to the songs, they will read the songs and then write up their ideas about it, the main two points noted here is that the students get familiar with listening to each other as well as sharing information, which is a necessary step in learning. Sebagai contoh, jika sekelompok siswa diperintahkan untuk menganalisis lagu-lagu rap dan mengetahui isu-isu yang terkait dengan lagu, mereka akan membaca lagu dan kemudian menulis ide-ide mereka tentang hal itu, dua poin utama dicatat di sini adalah bahwa siswa mendapatkan akrab dengan mendengarkan satu sama lain serta berbagi informasi, yang merupakan langkah penting dalam belajar.
The main challenge behind cooperative learning is that it needs to be planned in such a way that it fits perfectly and the students gain positively from it. Tantangan utama di balik pembelajaran kooperatif adalah bahwa hal itu perlu direncanakan sedemikian rupa sehingga cocok dan siswa memperoleh positif dari itu. For example, it can happen sometime that the students in a group are noisy and all the workload is shifted onto one student, in such a case you can either change the activity or reconsider your seating plan in order to neutralize the class dynamics. Sebagai contoh, hal ini bisa terjadi kapan bahwa siswa dalam kelompok yang ribut dan semua beban kerja digeser ke salah satu siswa, dalam hal ini, Anda bisa mengubah kegiatan atau mempertimbangkan kembali rencana tempat duduk Anda untuk menetralkan dinamika kelas.

Another important aspect in cooperative learning is that of motivation. Aspek penting lainnya dalam pembelajaran kooperatif adalah bahwa motivasi. When the students get into some task, motivation is a great necessity in order for them to proceed successfully. Ketika siswa masuk ke dalam beberapa tugas, motivasi merupakan kebutuhan yang besar agar mereka untuk melanjutkan sukses. If they are motivated, they get new ideas which they are eager to share with their group members and as this continues each student gets more into the topic. Jika mereka termotivasi, mereka mendapatkan ide-ide baru yang mereka ingin berbagi dengan anggota kelompok mereka dan karena hal ini terus setiap siswa mendapat lebih ke topik. In cases when students are allowed to pick up their own topic, they are opened to more opportunities for learning as they get to benefit from finding out more about their chosen topic. Dalam kasus ketika siswa diperbolehkan untuk mengambil topik mereka sendiri, mereka terbuka untuk lebih banyak kesempatan untuk belajar karena mereka mendapatkan manfaat dari mengetahui lebih lanjut tentang topik pilihan mereka.
One of the most important aspects of cooperative learning is to teach those students how to work in groups who aren't familiar with this type of learning. Salah satu aspek yang paling penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajar para pelajar bagaimana bekerja dalam kelompok yang tidak akrab dengan jenis pembelajaran. You can start off with small tasks in the classroom to warm up the air for cooperative learning. Anda bisa mulai dengan tugas-tugas kecil di kelas untuk pemanasan udara selama pembelajaran kooperatif. For example, you can make two groups in which one group asks questions about the topic the teacher has just taught and the second group provides answers, it is a great way of the students to learn to work in a group as they need to a reason to learn and tasks like these provide them a great opportunity. Sebagai contoh, Anda dapat membuat dua kelompok di mana satu kelompok mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang topik guru baru saja diajarkan dan kelompok kedua memberikan jawaban, ini adalah cara yang bagus untuk para siswa untuk belajar untuk bekerja dalam kelompok karena mereka perlu alasan untuk belajar dan tugas-tugas seperti ini memberikan mereka kesempatan yang besar.
Remember to not to start with big tasks. Ingatlah untuk tidak mulai dengan tugas-tugas besar. Start with smaller tasks when you think they are ready to work in groups and illustrate the task in a slow step by step way. Mulailah dengan tugas yang lebih kecil ketika Anda berpikir bahwa mereka siap untuk bekerja dalam kelompok dan menggambarkan tugas dalam langkah lambat dengan cara langkah. You should keep in mind that while explaining the task you students know that you're the boss and listening to the steps you are telling is necessary because if it doesn't happen like this then your classroom management can go out of hand. Anda harus diingat bahwa ketika menjelaskan tugas Anda siswa tahu bahwa Anda bos dan mendengarkan langkah-langkah Anda mengatakan perlu karena jika tidak terjadi seperti ini manajemen kelas maka Anda bisa keluar dari tangan. You should not continue until you have each student's attention. Anda tidak harus terus sampai Anda memiliki perhatian masing-masing siswa. In the end, assign them a deadline of the group work and tell them which work has to be done in the class and which one has to be completed at home. Pada akhirnya, mereka menetapkan batas waktu kerja kelompok dan memberitahu mereka yang bekerja harus dilakukan di kelas dan mana yang harus diselesaikan di rumah.

Strategi Pembelajaran Kooperatif ( SPK )


DR.Winna Sanjaya

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan system pengelompokan/tim kecil,yaitu antara empat antara enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik,jenis kelamin,rasa tau suku yang berbeda.Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok,setiap kelompok akan memperoleh penghargaan atau reward,jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.Dengan demikian setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif.Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggungjawab individu terhadap kelompok dan ketrampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok.

Strategi Pembelajaran Kooperatif bisa digunakan manakala :
a. Guru menekankan pentingnya usaha kolektif,disamping usaha individual dalam belajar.
b. Jika guru menghendaki selruh siswa untuk memperoleh keberhasilan dalam belajar
c. Jika guru ingin menanamkan,bahwa siswa dapat belajar dari teman lainnya.
d. Jika guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan komunikasi siswa sebagai bagian dari isi kurikulum.
e. Jika guru menghendaki meningkatnya motivasi siswa dan menambah tingkat partisipasi mereka.
f. Jika guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan menemukan berbagai solusi pemecahan.

Karakteristik dan prinsip prinsip SPK

Karakteristik SPK

a. Pembelajaran secara tim
b. Berdasarkan pada managemen kooperatif
c. Kemauan unyuk bekerjasama
d. Keterampilan bekerjasama

Prinsip prinsip SPK
a. Prinsip ketergantungan positif
b. Tanggungjawab perseorangan
c. Interaksi tatap muka
d. Partisipasi dan komunikasi

Prosedur Pembelajaran Kooperatif

Prosedur pembelajaran kooperatif pada dasarnya terdiri atas empat tahap 1,penjelasan materi,2belajar dalam kelompok,3 penilaian,dam 4 pengakuan tim.
1. Penjelasan materi
Tahap penjelasan dimaksudkan sebagai proses penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok.Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok.Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode ceramah,curah pendapat,dan tanya jawab,bahkan kalau perlu guru dapat menggunakan demonstrasi.Di samping itu guru juga dapat menggunakan berbagai media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik siswa.

2. Belajar dalam kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum tentang pokok-pokok materi pelajaran,selanjutnya siswa diminta untuk belajar pada keolmpoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya.Pengelompokan dalam SPK bersifat heterogen,artinya kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan=perbedaan setiap anggotanya,baik perbedaan gender,latar belakang agama,social ekonomi dan etnik,serta perbedaan kemampuan akademik.

3. Penilaian
Penilaian dalam SPK dapat dilakukan dengan tes atau kuis.Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara kelompok.Tes individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa’dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok.Hasil aklhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua.Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya,Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompok.

4. Pengakuan tim
Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol,atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan penghargaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu meningkatkan prestasi mereka.

Keunggulan dan kelemahan SPK

Keunggulan SPK

a. Melalui SPK siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru,akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri,menemukan informasi dari berbagai sumber,dan belajar dari siswa yang lain.
b. SPK dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c. SPK dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d. SPK dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
e. SPK merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan social,termasuk pengembangan rasa harga diri,hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain,mengembangkan ketrampilan mengatur waktu,dan sikap positif terhadap sekolah.
f. Melalui SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri,menerima umpan balik.Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan,karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya
g. SPK dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.
h. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.

Keterbatasan SPK
a. Untuk memahami dan mengerti filosofi SPK memang butuh waktu
Cirri utama SPK adalah siswa saling membelajarkan.Oleh karena itu,jika tanpa peer teaching yang efektif,maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru,bisa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa..

b. Penilaian yang diberikan dalam SPK didasarkan kepada hasil kerja kelompok.Namun demikian,guru perlu menyadari,bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
c. Keberhasilan SPK dalam paya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang.Dan,hal ini tidak mungkin tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-sekali penerapan strategi ini.
d. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting utnuk siswa,akan tetapi banyak aktifitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampaun secara individual.Oleh karena itu idealnya melalui SPK selain siswa belajar bekerja sama,siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri..
Diterbitkan di: Juni 05, 2010   Diperbarui: Oktober 05, 2010
Mohon Ringkasan ini dinilai : 1 2 3 4 5      

Pembelajaran Kooperatif


1. Strategi Belajar Kooperatif Sebagai Teknologi Pembelajaran

Peer mediated instruction dapat diwujudkan melalui pengaturan kelas dengan cara menerapkan pembelajaran kooperatif (Elliot, et al., 1996; Moll, 1994; Nur & Samani, 1996; Qin, et al., 1995; Slavin, 1994; Slavin, 1995a,b). Implementasi strategi ini secara ekstensif akan membawa siswa ke arah terjadinya pemagangan kognitif (Gardner, 1991), yang menurut Hedegaard (1994) siswa mengalami perkembangan kognitif dalam konteks sosio-kulturalnya. Hal ini sejalan dengan teori perkembangan Vygotsky (zone of proximal development-ZPD) yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun melalui proses interaksi sosial, yaitu interaksi siswa dengan anggota komunitasnya yang lebih berkompeten (masyarakat, keluarga, guru, dan teman sebaya). Interaksi sosial tersebut akan dapat menciptakan terjadinya pemrosesan informasi pada individu siswa, sehingga siswa mampu melakukan self-regulation dan menumbuhkan self-efficacy, serta dapat berpengaruh positif terhadap motivasi dan hasil belajarnya.
Pembelajaran kooperatif berimplikasi pada terjadinya cognitive elaboration, peer collaboration (berupa tutorial teman sebaya), dan peer copying model, yang pada akhirnya mengarah kepada peningkatan prestasi akademik (Slavin, 1995a,b) dan penghargaan diri, perbaikan sikap siswa (kecintaannya) terhadap teman sebaya, sekolahnya (Jacob, 1999), serta mata pelajarannya, gurunya, dan lebih terdorong untuk belajar dan berpikir (Lie, 2002). Di samping itu, penerapan pembelajaran kooperatif dapat mempercepat perolehan beberapa keterampilan inti, seperti: keterampilan kognitif, keterampilan afektif, berpikir kritis, dan berdampak pada pengukuran prestasi dan sikap, pada tingkat pendidikan dasar (SD/SLTP), menengah (SMU/SMK), dan pendidikan tinggi (Cooper, et al., 1999). Dengan landasan kerja student led discussion, khusus bagi siswa yang prestasinya rendah, kebermanfaatan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasinya, prestasi akademiknya, dan nilai-nilai sosial seperti kepekaan dan toleransi (Lundgren, 1994).
Kebermanfaatan inilah yang dijadikan salah satu alasan, mengapa strategi belajar kooperatif perlu dikembangkan untuk mengatasi efek nuansa belajar kompetitif yang merusak perkembangan psikologis siswa (Slavin, 1995a,b). Lundgren (1994) menyampaikan bahwa siswa harus merasakan dirinya ada dalam satu kebersamaan tanggungjawab, yang diistilahkan “tenggelam atau berenang bersama-sama (sink or swim together)”. Jadi dalam pembelajaran kooperatif, siswa akan mencapai tujuan belajarnya hanya jika siswa yang lain dalam kelompoknya yang sama dapat mencapai tujuan mereka tersebut secara bersama (Heinich, et al., 2002; Slavin, 1995a,b). Sangatlah jelas bahwa struktur tujuan kooperatif adalah dicirikan oleh saling ketergantungan yang cukup besar antar siswa dalam kelompoknya untuk mencapai kesuksesan praktik-praktik pembelajaran.
Kesuksesan praktik-praktik pembelajaran memiliki sifat-sifat yang didukung oleh beberapa perspektif yang sangat bervariasi (Heinich, et al., 2002), yaitu partisipasi aktif siswa, praktek, perbedaan-perbedaan individu, balikan, konteks-konteks realistik, dan interaksi sosial. Keenam perspektif ini dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) Partisipasi aktif siswa; pembelajaran berjalan efektif apabila para siswa secara aktif terlibat dalam tugas-tugas bermakna dan aktif berinteraksi dengan pesan (isi) pembelajaran. 2) Praktik; dalam kondisi yang bervariasi, perspektif ini akan memberikan dukungan pada terjadinya perbaikan kemampuan penerapan pengetahuan baru, keterampilan, dan sikap, serta perbaikan retensi. 3) Perbedaan-perbedaan individu; pembelajaran yang diterapkan dikatakan efektif jika dapat mengakomodasi perbedaan-perbedaan yang menyangkut keterampilan personal, bakat umum, dan pengetahuan awal. 4) Balikan; dalam praktik pembelajaran sangat perlu memberikan balikan untuk mengetahui posisi diri siswa terhadap tugas-tugas yang dikerjakannya. 5) Konteks-konteks realistik; siswa akan lebih mudah mengingat dan mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh jika pengetahuan tersebut dikaitkan dengan konteks dunia nyata. 6) Interaksi sosial; menyangkut kemampuan siswa sebagai anggota kelompok dan/atau tutor sebaya untuk menyediakan sejumlah paedagogik dan dukungan sosial.
Berdasarkan uraian di atas, maka strategi belajar kooperatif berpeluang sebagai teknologi pembelajaran, yang dapat menyediakan peluang terwujudnya kesuksesan praktik-praktik pembelajaran (Cooper & Robinson, 1998; Gokhale, 1995; Johnson & Johnson, 1999; Johnson, et al., 2000; Kronberg & Griffin, 2000; Lou, et al., 1996; Qin, et al., 1995; Springer, et al., 1999).
Belajar secara kooperatif mampu melibatkan siswa secara aktif melalui proses-proses mentalnya dan meminimalkan adanya perbedaan-perbedaan antar individu, serta meminimalisasi pengaruh negatif yang timbul dari kondisi pembelajaran kompetitif (persaingan belajar yang tidak “sehat”). Sebagai teknologi pembelajaran, belajar kooperatif memiliki sinergisitas peluang munculnya keterampilan sosial di antara pendidikan formal dan pendidikan non-formal. Keterpaduan peluang tersebut dapat dilihat dari (1) dalam realisasi praktik hidup di luar kelas (sekolah), membutuhkan keterampilan dan aktivitas-aktivitas kolaboratif mulai dari dalam kelompok (tim) di tempat bekerja hingga ke dalam kehidupan sosial sehari-hari; (2) tumbuh dan berkembangnya kesadaran mengenai nilai-nilai interaksi sosial untuk mewujudkan pembelajaran bermakna (Heinich, et al., 2002).
2. Dampak Strategi Belajar Kooperatif dalam Pembelajaran IPA
IPA sebagai materi ajar di sekolah memiliki dua dimensi, yaitu sebagai produk dan proses ilmiah, yang penekannya lebih pada dimensi proses ilmiah. Berkenaan dengan hal ini, maka proses pembelajaran IPA lebih ditekankan pada pelaksanaan eksperimen di laboratorium dan di alam bebas (lingkungan sekitar siswa). Pembelajaran IPA di sekolah tidak hanya mementingkan penguasaan siswa terhadap fakta, konsep dan teori-teori IPA (sebagai produk), tetapi yang lebih penting adalah siswa mengerti terhadap proses bagaimana fakta, konsep dan teori-teori tersebut ditemukan. Dengan kata lain bahwa siswa harus mendapat pengalaman langsung dan bahkan jika memungkinkan menemukan sendiri proses tersebut melalui pendekatan proses mentalnya secara aktif. Pelibatan keterampilan proses sebagai upaya mental tersebut bertumpu pada aktivitas mengamati, mengukur, memprediksi, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, dan menginferensi (sebagai keterampilan proses dasar). Dengan demikian, maka hasil belajar yang menyangkut dua dimensi IPA dapat tercapai secara maksimal.
Sumber belajar yang dikenal baik oleh siswa (tersedia di lingkungan sekitar siswa, relevan, dan praktis), juga merupakan prasyarat pendukung. Bahkan menurut pandangan Tudge (1994), pencapaian hasil belajar maksimal memerlukan lingkungan pembelajaran yang menggabungkan bentuk pengalaman sosial, budaya, fisik, dan psikologi. Pandangan ini secara implisit memiliki makna bahwa perkembangan kognitif dan kemampuan untuk menggunakan pikiran dalam mengendalikan perilaku diri memerlukan syarat berupa penuntasan sistem-sistem dalam komunikasi budaya. Jadi secara tidak langsung siswa belajar keterampilan yang ada hubungannya dengan kerja, seperti: bagaimana mendengarkan, merespon, menyatakan setuju/tidak setuju, mengklarifikasi, memberikan dorongan kepada teman, dan mengevaluasi. Selanjutnya belajar menggunakan sistem tersebut untuk menyesuaikannya dengan proses-proses berpikir diri sendiri.
Sejalan dengan pandangan Tudge, menurut Hedegaard (1994) bahwa dalam lingkungan belajar tersebut juga terkandung aspek-aspek normatif perkembangan, di mana arah perkembangan tersebut dipedomani oleh pengajaran konsep-konsep ilmiah, yang mengarahkan bagaimana siswa berpikir dan bagaimana siswa mampu memandang lingkungan sosialnya. Implikasi dari pandangan ini bahwa proses pembelajaran IPA dapat berlangsung efektif melalui peer collaboration, yang pengejawantahannya dapat dilakukan dengan strategi belajar kooperatif.
Penelitian-penelitian dalam kawasan belajar kooperatif (Johnson & Johnson, 1999; Johnson, et al., 2000; Qin, et al., 1995; Springer, et al., 1999) telah mengungkapkan bahwa belajar kooperatif dapat memperbaiki perolehan belajar dan retensi isi pelajaran. Di samping itu juga, dapat meningkatkan keterampilan-keterampilan interpersonal (Heinich, et al., 2002) dan kemampuan berpikir kritis yang lebih baik (Ahern-Rindel, 1999; Cooper & Robinson, 1998; Kronberg & Griffin, 2000). Dari penelitian-penelitian tersebut, juga terungkap betapa pentingnya unsur saling ketergantungan antar anggota kelompok sebagai kunci kesuksesan belajar dalam kelompok-kelompok kecil (kooperatif). Bahwa anggota kelompok harus memiliki suatu kepentingan bersama untuk pemahaman dan penguasaan materi pelajaran.
Slavin (1995a), di dalam bukunya Cooperative Learning; theory, research, and practice, melaporkan hasil-hasil penelitiannya mengenai pengaruh dan dampak belajar melalui kelompok-kelompok kecil (kooperatif) terhadap prestasi belajar dan di luar prestasi belajar. Perolehan prestasi belajar yang baik dan meningkat secara signifikan dipengaruhi oleh penghargaan kelompok berdasarkan aktivitas-aktivitas individual untuk semua anggota kelompok. Mengenai dampak strategi belajar kooperatif di luar prestasi belajar (non-kognitif variabel), dari hasil-hasil penelitiannya, Slavin (1995b) menyimpulkan bahwa strategi belajar kooperatif dapat mendorong/memperbaiki: penghargaan diri, saling mendukung untuk berprestasi, internal locus of control, kecintaan terhadap kelas dan teman, keseriusan dalam tugas (time on-task), dan hubungan atau interaksi antar individu yang berbeda. Dari hasil penelitian-penelitian yang dilakukan, dia juga berpendapat bahwa keefektifan belajar secara kooperatif tersebut sesuai dengan kerangka teoritis yang telah dikemukakan sebelumnya.
Kerangka teoritis tersebut menggambarkan suatu asumsi bahwa perilaku-perilaku dalam kelompok–kelompok kooperatif, seperti elaborasi kognitif, tutor sebaya, pemodelan teman sebaya, dan penilaian bersama (saling memberikan penilaian) dapat mengarahkan terjadinya peningkatan prestasi belajar. Penghargaan kelompok berdasarkan penampilan belajar individual diduga (dihipotesiskan) dapat memotivasi para siswa terlibat ke dalam perilaku-perilaku tersebut, tetapi tidak memiliki dampak langsung terhadap peningkatan perolehan atau hasil belajar. Kerangka kerja teoritik tersebut diilustrasikan seperti pada Gambar 2.1.
Tujuan-tujuan kelompok berdasarkan pengetahuan anggota kelompok
Motivasi untuk belajar
Motivasi untuk mendorong rekan sekelompok untuk belajar
Motivasi untuk membantu rekan kelompok dalam belajar
§ Penjelasan-penjelasan terelaborasi (tutor sebaya)
§ Pemodelan oleh teman sebaya
§ Elaborasi kognitif
§ Latihan oleh teman sebaya
§ Penilaian dan pengkoreksian oleh teman sebaya
Peningkatan prestasi belajar

Gambar 2.1: Kerangka kerja teoritik belajar kooperatif

(Slavin, 1995a: 45; Slavin, 1996: 57)

Dalam kaitannya dengan pembelajaran IPA, menurut beberapa ahli, belajar kooperatif bermanfaat untuk menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah, berpikir kritis (Lundgren, 1994), kemampuan bekerja sama, kemauan membantu teman, dan memahami konsep-konsep IPA yang sulit (Samani, 1996). Selain berpengaruh positif untuk peningkatan prestasi belajar (Dumas, 2003; Slavin, 1995a,b), dari hasil penelitian juga dilaporkan (Cooper & Robinson, 1998) bahwa belajar kooperatif dapat meningkatkan pencapaian keterampilan berpikir tingkat tinggi dan perkembangan kognitif, serta berdampak pada siswa perempuan dan yang tergolong minoritas.
Dari beberapa laporan hasil penelitian yang telah dilakukan (Lundgren, 1994; Slavin, 1995a), implementasi teknik belajar kooperatif juga berpengaruh positif terhadap siswa yang berprestasi rendah. Penelitian-penelitian tersebut mengungkapkan bahwa manfaat belajar kooperatif untuk siswa berprestasi rendah adalah dalam hal: (1) penghargaan diri, (2) sikap terhadap IPA dan sekolah, (3) penerimaan perbedaan-perbedaan individu, (4) mengurangi konflik interpersonal, (5) peningkatan motivasi, (6) pemahaman materi meningkat dan retensi belajar yang lebih lama, (7) peningkatan prestasi belajar, dan (8) peningkatan sensitivitas dan toleransi.
Lyman & Foyle (1988) melaporkan bahwa implementasi belajar kooperatif juga berpengaruh positif terhadap anak-anak (pra-sekolah dan sekolah dasar). Belajar kooperatif dapat meningkatkan motivasi anak untuk belajar, mendorong sikap bekerja sama dalam kelompok, mengembangkan interaksi sosial dan akademik di antara anak-anak, dan meningkatkan kemampuan berpartisipasi dalam kelompok. Menurut Glasser (Lyman & Foyle, 1988), dengan memberikan dukungan teman sebaya motivasi kerja siswa sekolah dasar akan meningkat. Selain itu, siswa juga terdorong untuk berpikir kritis dan berpikir kreatif serta mempelajari materi ajar lebih mendalam. Khusus untuk siswa dengan prestasi rendah, melalui belajar kooperatif mereka bisa berkontribusi kepada kesuksesan kelompok, sedangkan bagi semua siswa akan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap suatu ide dengan cara menjelaskan ide-ide tersebut kepada siswa lainnya.
Pendapat yang dikemukakan oleh Lyman & Foyle tersebut di atas, didukung pula oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Webb, 1989; Robinson, 1990; dan Allan, 1991 (dalam Slavin, 1995a). Mereka membuktikan bahwa siswa yang memperoleh prestasi belajar tinggi atau suatu keterampilan pada materi ajar tertentu dapat dipertahankan dengan cara menjelaskan/mendemonstrasikan kembali materi tersebut kepada rekan kelompoknya yang prestasinya rendah. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut bahwa siswa yang memberikan penjelasan-penjelasan terelaborasi berarti belajar lebih banyak daripada siswa yang menerima penjelasan tersebut. Dalam kaitannya dengan pembelajaran IPA, Moody & Gifford (dalam Slavin, 1995a) menemukan bahwa kelompok dengan anggota dua orang (pairs) menghasilkan perolehan prestasi belajar IPA yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang beranggotakan empat orang. Mereka juga menyampaikan bahwa tidak ada perbedaan dalam perolehan prestasi antara kelompok homogen dan kelompok heterogen.
3. Kerangka Implementasi Strategi Belajar Kooperatif STAD dan GI
dalam Pembelajaran IPA
Ada beberapa strategi belajar kooperatif yang bisa diterapkan dalam proses belajar mengajar di kelas, yang sudah dikembangkan dan diteliti secara ekstensif. Setiap metode memiliki landasan teoritik berdasarkan perspektif filosofis dan psikologis (behavioristik, kognitif, dan sosial) yang berbeda. Strategi belajar kooperatif STAD (Student Teams-Achievement Division) yang berlandaskan psikologi behavioristik (Jacobs, et al., 1996), merupakan kelompok belajar yang beranggotakan empat orang siswa berkemampuan campur. Strategi belajar kooperatif GI (Group Investigation) yang berlandaskan filosofi dari John Dewey (Jacobs, et al., 1996), lebih menekankan pada kebebasan memilih topik untuk diinvestigasi. Dengan kekhususan ciri dan perbedaan landasan teoritik yang dimiliki oleh masing-masing metode, maka setiap metode diduga akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pelaksanaan dan hasil belajar siswa (Johnson, et al., 2000; Qin, et al., 1995; Springer, et al., 1999).
3.1 STAD (Student Team Achievement Divisions)
Strategi belajar kooperatif STAD merupakan metode belajar kooperatif yang paling sederhana dan telah lama digunakan secara ekstensif dalam berbagai penelitian. Strategi kooperatif ini juga lebih sesuai dipakai untuk semua jenjang kelas, berbagai materi ajar, dibandingkan dengan bentuk-bentuk model belajar kooperatif lainnya (Slavin, 1995a,b). Sebagai strategi belajar kooperatif yang sederhana, STAD merupakan model yang bagus bagi seorang guru, yang akan memulai menerapkan belajar secara kooperatif (atau guru yang belum memiliki pengalaman/pengetahuan yang luas tentang belajar kooperatif).
Strategi belajar kooperatif STAD yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (Slavin, 1995a) merupakan produk dari psikologi behavioristik. Lebih lanjut Slavin menyampaikan bahwa dalam menerapkan teknik kooperatif STAD aktivitas guru–siswa dalam pembelajaran meliputi 5 (lima) komponen utama, yaitu: (1) presentasi kelas, (2) pembentukan kelompok, (3) pelaksanaan kuis, (4) penentuan peningkatan skor individual, dan (5) pemberian pengakuan atau penghargaan kepada kelompok. Kelima komponen ini mutlak sebagai komponen strategi belajar kooperatif STAD.
Dalam implementasinya di kelas, pembelajaran dibuka dengan menyajikan informasi akademik oleh guru berupa informasi verbal atau teks. Presentasi oleh guru dapat dilakukan melalui presentasi audio-visual dan dibarengi dengan diskusi kelas. Siswa dalam satu kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok heterogen yang beranggotakan 4 atau 5 orang. Heterogenitas kelompok dicirikan oleh perbedaan kemampuan akademik (prestasi belajar), jenis kelamin, ras/suku/etnis. Dalam kelompok yang heterogen tersebut, masing-masing siswa harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap kelompok dan saling membantu satu sama lainnya untuk mencapai tujuan kelompok atau memahami materi ajar. Kegiatan siswa dalam kelompok meliputi tutorial, diskusi kelompok, kuis (saling memberi pertanyaan), membandingkan jawaban, dan mengoreksi miskonsepsi/kesalahan konsep rekan satu kelompok. Pelaksanaan kegiatan tersebut diarahkan oleh guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran.
Setelah satu atau dua kali periode presentasi yang dilakukan oleh guru dan satu atau dua periode kegiatan/latihan kelompok, setiap siswa secara individual diberikan tes (kuis) untuk mengetahui perkembangan belajarnya. Dari hasil kuis ini, setiap siswa akan memiliki skor peningkatan individual, yang juga mencerminkan seberapa besar siswa berkontribusi pada skor kelompok (pencapaian tujuan kelompok). Skor peningkatan individual tersebut merupakan skor perkembangan, yang didasarkan pada seberapa jauh skor tersebut meningkat, melampaui rata-rata skor sebelumnya dari pelaksanaan kuis yang sama (tidak didasarkan pada skor mutlak siswa). Setelah pelaksanaan kuis ini juga, dengan mengacu pada beberapa kriteria, atau lembar penilaian singkat, atau dengan cara lain, setiap kelompok (bisa juga anggota tim) diberikan pengakuan atau penghargaan berupa sertifikat. Guru sebaiknya mengumumkan kelompok yang mendapatkan skor tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tertinggi, dan/atau siswa yang memperoleh skor sempurna pada kuis-kuis tersebut.
3.2 GI (Group Investigation)
Strategi belajar kooperatif GI dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif GI adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2 – 6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan atau memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka (Burns, et al., tanpa tahun). Menurut Slavin (1995a), strategi kooperatif GI sebenarnya dilandasi oleh filosofi belajar John Dewey. Teknik kooperatif ini telah secara meluas digunakan dalam penelitian dan memperlihatkan kesuksesannya terutama untuk program-program pembelajaran dengan tugas-tugas spesifik.
Pengembangan belajar kooperatif GI didasarkan atas suatu premis bahwa proses belajar di sekolah menyangkut kawasan dalam domain sosial dan intelektual, dan proses yang terjadi merupakan penggabungan nilai-nilai kedua domain tersebut (Slavin, 1995a). Oleh karena itu, group investigation tidak dapat diimplementasikan ke dalam lingkungan pendidikan yang tidak bisa mendukung terjadinya dialog interpersonal (atau tidak mengacu kepada dimensi sosial-afektif pembelajaran). Aspek sosial-afektif kelompok, pertukaran intelektualnya, dan materi yang bermakna, merupakan sumber primer yang cukup penting dalam memberikan dukungan terhadap usaha-usaha belajar siswa. Interaksi dan komunikasi yang bersifat kooperatif di antara siswa dalam satu kelas dapat dicapai dengan baik, jika pembelajaran dilakukan lewat kelompok-kelompok belajar kecil.
Belajar kooperatif dengan teknik GI sangat cocok untuk bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi (Slavin, 1995a), yang mengarah pada kegiatan perolehan, analisis, dan sintesis informasi dalam upaya untuk memecahkan suatu masalah. Oleh karenanya, kesuksesan implementasi teknik kooperatif GI sangat tergantung dari pelatihan awal dalam penguasaan keterampilan komunikasi dan sosial. Tugas-tugas akademik harus diarahkan kepada pemberian kesempatan bagi anggota kelompok untuk memberikan berbagai macam kontribusinya, bukan hanya sekedar didesain untuk mendapat jawaban dari suatu pertanyaan yang bersifat faktual (apa, siapa, dimana, atau sejenisnya). Menurut Slavin (1995a), strategi belajar kooperatif GI sangatlah ideal diterapkan dalam pembelajaran biologi (IPA).
Dengan topik materi IPA yang cukup luas dan desain tugas-tugas atau sub-sub topik yang mengarah kepada kegiatan metode ilmiah, diharapkan siswa dalam kelompoknya dapat saling memberi kontribusi berdasarkan pengalaman sehari-harinya. Selanjutnya, dalam tahapan pelaksanaan investigasi para siswa mencari informasi dari berbagai sumber, baik di dalam maupun di luar kelas/sekolah. Para siswa kemudian melakukan evaluasi dan sintesis terhadap informasi yang telah didapat dalam upaya untuk membuat laporan ilmiah sebagai hasil kelompok.
Implementasi strategi belajar kooperatif GI dalam pembelajaran, secara umum dibagi menjadi 6 (enam) langkah, yaitu: (1) mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok (para siswa menelaah sumber-sumber informasi, memilih topik, dan mengkategorisasi saran-saran; para siswa bergabung ke dalam kelompok belajar dengan pilihan topik yang sama; komposisi kelompok didasarkan atas ketertarikan topik yang sama dan heterogen; guru membantu atau memfasilitasi dalam memperoleh informasi), (2) merencanakan tugas-tugas belajar (direncanakan secara bersama-sama oleh para siswa dalam kelompoknya masing-masing, yang meliputi: apa yang kita selidiki; bagaimana kita melakukannya, siapa sebagai apa –pembagian kerja; untuk tujuan apa topik ini diinvestigasi), (3) melaksanakan investigasi (siswa mencari informasi, menganalisis data, dan membuat simpulan; setiap anggota kelompok harus berkontribusi kepada usaha kelompok; para siswa bertukar pikiran, mendiskusikan, mengklarifikasi, dan mensintesis ide-ide), (4) menyiapkan laporan akhir (anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial proyeknya; merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat presentasinya; membentuk panitia acara untuk mengkoordinasikan rencana presentasi), (5) mempresentasikan laporan akhir (presentasi dibuat untuk keseluruhan kelas dalam berbagai macam bentuk; bagian-bagian presentasi harus secara aktif dapat melibatkan pendengar (kelompok lainnya); pendengar mengevaluasi kejelasan presentasi menurut kriteria yang telah ditentukan keseluruhan kelas), (6) evaluasi (para siswa berbagi mengenai balikan terhadap topik yang dikerjakan, kerja yang telah dilakukan, dan pengalaman-pengalaman afektifnya; guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran; asesmen diarahkan untuk mengevaluasi pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis).

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF


1.      EXAMPLES NON EXAMPLES 
Langkah-langkah :
1)      Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
2)      Guru menempelkan gambar dipapan atau ditayangkan melalui OHP
3)      Guru member petunjuk dan member kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisa  gambar.
4)      Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5)      Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6)      Melalui komentar/hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai
7)      kesimpulan

2.      PICTURE AND PICTURE
1)      Guru mencapaikan kompetensi yang ingin dicapai
2)      Menyajikan materi sebagai pengantar
3)      Guru menunjukkan/memperhatikan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
4)      Guru menunjukkan/memanggil siswa secara bergantian memasang/ mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis
5)      Guru menanyakan alas an/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
6)      Dari alas an/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
7)      Kesimpulan/rangkuman

3.      NUMBERED HEADS TOGETHER (Kepala Bernomor, Spencer Kagan, 1992)
1)      Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor
2)      Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
3)      Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya
4)      Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka
5)      Tanggapan dari temen yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain
6)      kesimpulan

4.      COOPERATIVE SCRIPT  (Dansereau Cs, 1985)
Skrip Kooperatif
Metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah :
1)      Guru membagi siswa untuk berpasangan
2)      Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan
3)      Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar
4)      Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
Sementara pendengar :
·         Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
·         Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5)      Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta dilakukan seperti dilakukan diatas.
6)      Kesimpulan siswa bersama-sama dengan guru
7)      Penutup

5.      KEPALA BERNOMOR STRUKTUR (modifikasi dari Number Heads)
Langkah-langkah :
1)      Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor
2)      Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai.
Misalnya : dan siswa nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.
Siswa nomor satu bertugas mencatat soal. Siswa nomor dua mengerjakan soal
3)      Jika perlu, guru bias menyuruh kerjasama antar kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini siswa dengan tugas yang sama bias saling membantu atau mencocokkan hasil kerjasama mereka
4)      Laporan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
5)      Kesimpulan

6.      STUDENT TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) (Slavin, 1995)
Langkah-langkah :
1)      Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll)
2)      Guru menyajikan pelajaran
3)      Guru member tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4)      Guru member kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5)      member evaluasi
6)      kesimpulan

7.      JIGSAW (MODEL TIM AHLI) (Aronson,Blaney, Stephen, Sikes and Snapp, 1978)
langkah-langkah :
1)      Siswa dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim
2)      Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda.
3)      Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
4)      Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
5)      Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
6)      Tiaptim ahli mempresentasikan hasil diskusi
7)      Guru memberi evaluasi
8)      Penutup

8.      PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI) (Pembelajaran Berdasarkan Masalah) langkah-langkah:
1)      Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang di pilih.
2)      Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll)
3)      Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4)      Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya
5)      Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

9.      ARTIKULASI Langkah-langkah :
1)      Guru menyampaikan kopetensi yang ingin dicapai
2)      Guru menyajikan materi sebagaimana biasa
3)      Untuk mengetahuidaya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
4)      Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kacil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya
5)      Menugaskan siswa secara bergiliran/acak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya
6)      Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
7)      Kesimpulan/penutup

10.  MIND MAPPING
Sangat baik di gunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban
Langkah-langkah :
1)      Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2)      Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan di tanggapi oleh siswa dan sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
3)      Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
4)      Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
5)      Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat dimpapan dan mengelompokan sesuai kebutuhan guru
6)      Dari data-data di papn siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi perbandingan sesuai konsep yang disediakan guru.

11.  MAKE – A MATCH (Mencari Pasangan) (Lorna curran, 1994)
Langkah-langkah :
1)      Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapakonsep atau topic yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
2)      Setiap siswa mendapat satu buah kartu
3)      Tiapsiswa mamikirkann jawaban/soal dari kartu yang dipegang
4)      Setiap siswamencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban)
5)      Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
6)      Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya
7)      Demikian seterusnya
8)      Kesimpulan/penutup

12.  THINK PAIR AND SHARE (Frank Lyman, 1985)
Langkah-langkah :
1)      Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
2)      Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahn yang disampaikan guru
3)      Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
4)      Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
5)      Berawal daru kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa
6)      Guru member kesimpulan
7)      Penutup

13.  DEBATE
Langkah-langkah :
1)      Guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu prodan yang lainnya kontra
2)      Guru memberikan tugas untuk membaca materi yang akan di debatkanoleh kedua kelompok diatas
3)      setelah selesai membaca materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara saat itu, kemudian ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa bias mengemukakan pendapatnya
4)      Semenatra siswa menyampiakan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide diharapkan
5)      Guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
6)      dari data-data yang diungkapkan tersebut, guru mengajak siswa membuat kesimpulan/rangkuman yang mengacu pada topic yang ingin dicapai.

14.  ROLE PLAYING
Langkah-langkah :
1)      Guru menyusun/menyiapkan scenario yang akan ditampilkan
2)      Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario dalam waktu beberapa hari sebelum KBM
3)      Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang
4)      Memberi penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
5)      Memanggil para siswa yang sudah ditunjuk untuk melakonkanskenario yang sudah dipersiapkan
6)      masing-masing siswa berada dikelompoknya sambil mengamati scenario yang sedang diperagakan
7)      Setelah selesai ditampilkan, masing-masing siswa diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan masing-masing kelompok
8)      Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
9)      Guru memberikan kesimpulan secara umum
10)  Evaluasi
11)  Penutup

15.  GROUP INVESTIHATION (Sharan, 1992)
Langkah-langkah :
1)      Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
2)      Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
3)      Guru memanggil ketua kelompok dan setiap kelompok mendapat tugas satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain
4)      Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif yang bersifat penemuan
5)      Setelah selesai diskusi, juru bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompok
6)      Guru memberikan penjelasan singkat sekaligus member kesimpulan
7)      Evaluasi
8)      Penutup

16.  TALKING STICK
Langkah-langkah :
1)      Guru menyiapkan sebuah tongkat
2)      Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi
3)      Setelah selesai membaca materi/buku pelajaran dan mempelajarinya, siswa menutup bukunya
4)      Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru
5)      Guru memberikan kesimpulan
6)      Evaluasi
7)      Penutup

17.  BERTUKAR PASANGAN
Langkah-langkah :
1)      Setiap siswa mendapat satu pasangan  (guru bias menunjuk pasangannya atau siswa memilih sendiri pasangannya)
2)      Guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya
3)      Setelah selesai setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain
4)      Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan, kemudian pasangan yang baru ini saling menanyakan dan mencari kepastian jawaban mereka
5)      Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula

18.  SNOWBALL THOWING
Langkah-langkah :
1)      Guru menyampaikan materi yang disajikan
2)      Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
3)      Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya
4)      Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kerta kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
5)      Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama 15 menit.
6)      Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
7)      Evaluasi
8)      Penutup

19.  STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING
Langkah-langkah :
1)      Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2)      Guru mendemontrasikan/menyajikan materi
3)      Memberikan kesempatan pada siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainnya misalnya melalui bagan/peta konsep
4)      Guru menyimpulkan ide/pendapat dari siswa
5)      Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu
6)      Penutup

20.  COURSE REVIEW HORAY
Langkah-langkah :
1)      Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2)      Guru mendemontrasikan/menyajikan materi
3)      Memberkan kesempatan pada siswa Tanya jawab
4)      Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing siswa
5)      Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan, kalau benar diisi tanda benar (  ) dan salah diisi tanda silang (x)
6)      Siswa yang sudah mendapatkan tanda    vertical atau horizontal atau diagonal harus berteriak horay …. atau yel-yel lainnya.
7)      Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh
8)      Penutup

21.  DEHEDINTRATION (Pengajaran Langsung, Rosenshina & stevens, 1986)
Langkah-langkah :
1)      Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2)      Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan disampaikan
3)      Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan
4)      Menunjuk salah seorang siswa untuk mendemontrasikan sesuai scenario yang telah disiapkan
5)      Seluruh siswa memperhatikan demontrasi dan menganalisanya
6)      Tiap siswa mengemukakan hasil analisanya dan juga pengalaman siswa didemontrasikan
7)      Guru membuat kesimpulan

22.  EXPLICIT INSTRUCTION
Langkah-langkah :
1)      Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa
2)      Mendemontrasikan pengetahuan dan keterampilan
3)      Membimbing pelatihan
4)      Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
5)      Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan

23.  COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC). (Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis, Steven & Slavin, 1995)
Langkah-langkah :
1)      Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen
2)      Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topic
3)      Siswa bekerjasma saling membacakan dan menemukan ide pokok dan member tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
4)      Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
5)      Guru membuat kesimpulan bersama
6)      Penutup

24.  INSIDE-OUTSIDE-CIRCLE (Lingkaran Kecil-Lingkaran Besar, Spencer Kagan)
1)      Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar
2)      Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran diluar lingkaran pertama, menghadap ke dalam
3)      Dua siswa yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Penukaran informasi ini bias dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan
4)      Kemudian siswa berada dilingkaran kecil diam ditempat, sementara siswa yang berada di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam
5)      Sekarang giliran siswa berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian seterusnya.